Welcome to Widodo's Blog

Membaca untuk mengambil hikmat
Merenung agar bisa lebih bijak
Memahami supaya tak salah menerima

Laman Utama

Jumat, 30 Maret 2012

Berdamai dengan Kelemahan

Bacaan: 2 Kor 12 : 1 – 10
           
            Kalau kita diminta untuk bersaksi, hal apakah yang biasanya kita saksikan pada orang lain? Apakah tentang sembuh dari sakit penyakit setelah sekian lama? Atau bagaimana terbebas dari kesulitan permasalahan hidup? Mungkin bagaimana menjadi kaya setelah sekian lama terjerat dalam kemiskinan? Atau tentang doa-doa kita yang terjawab? Hal-hal itu menjadi kerap kita sampaikan dan bahkan sering kita dengar dari kesaksian orang lain tentang kasih Tuhan padanya. Tapi pernahkah kita berbagi tentang doa-doa kita yang tidak terjawab atau pergumulan tentang suatu permasalahan yang tak kunjung selesai? Beranikah kita menyatakan hal itu pada orang lain? Menyatakan kekurangan, kelemahan, dan kegagalan yang kita alami? Beranikah kita jujur mengakui itu semua? 
            Tidak mudah bagi seseorang untuk bisa mengakui kelemahan dirinya pada orang lain apalagi orang tersebut tidak begitu dekat dengannya. Ada ketakutan (kalau-kalau kelemahan kita itu akan dipakainya untuk menjatuhkan / merendahkan kita pada orang banyak). Kita lebih mudah untuk nyaman dengan memakai topeng di depan orang lain. Topeng kelebihan dan prestasi kita. Kita bisa malu, kalau orang tahu sejatinya kelemahan kita. Apakah kita akan tetap tegak berdiri menatap orang yang tahu tentang kelemahan-kelemahan kita itu?
            Kalau dulu kita pernah begitu aktif dan melakukan banyak hal, bisa jadi sekarang kita jadi terbatas atau malah tidak bisa sama sekali melakukan aktifitas yang dulu sering kita lakukan. Itupun menjadi salah satu contoh kelemahan. Lalu apakah kita akan mengeluh dengan segala kelemahan kita itu? Atau kita malah bisa bersyukur? 
Mari, kita belajar dari Rasul Paulus. Kita tahu banyak tentang Rasul Paulus dari Kitab Kisah Para Rasul dan tulisan dari surat-suratnya yang dikirim untuk jemaat mula-mula. Dia memang bukan termasuk 12 rasul yang dipilih langsung oleh Yesus di awal pelayanan-Nya. Dia dipanggil Tuhan menjadi rasul setelah Yesus bangkit. Namun demikian, dia menjadi rasul yang luar biasa ditunjukkan melalui tanda, mukjijat dan kuasa yang dinyatakan di tengah-tengah jemaat. Perikop yang kita baca tadi adalah bagian dari pembelaan atas dirinya terhadap tuduhan orang-orang yang meragukan kerasulannya. Yaitu dengan cara menyaksikan penglihatan yang dia alami saat dia dibawa ke sorga. Kalau kita baca di pasal sebelumnya pembelaannya dinyatakan dengan cara bagaimana dia bekerja keras untuk memberitakan Injil meskipun begitu banyak tantangan.
            Tentu saja, kalau kita yang mengalami penglihatan itu pasti akan cepat-cepat menceritakan pada orang lain. Kita tak bisa menahan diri untuk menyatakan bahwa kita telah mengalami pengalaman yang luar biasa yang belum tentu orang lain alami. Tetapi anehnya, mari kita perhatikan kembali ayat 2. “Aku tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau -- entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya -- orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga.” Dia katakan penglihatan itu dia alami 14 tahun sebelumnya. Mengapa dia baru menyatakannya pada waktu menulis surat kedua ke jemaat Korintus dan mendiamkan penglihatan itu sekian lama? Dia terpaksa. Karena untuk menyatakan pada jemaat Korintus kalau ia pun sebanding dengan rasul-rasul yang lain. Tapi bukan untuk pamer.
Satu hal yang menarik adalah setelah dia menerima penglihatan yang luar biasa itu, ia menerima duri dalam daging yaitu utusan Iblis untuk menggocoh dirinya. Ada yang berpendapat kalau duri dalam daging itu adalah sakit penyakit yang dideritanya. Coba Bapak, Ibu dan Saudara bayangkan kalau ada duri ada di dalam daging kita… pastilah sakit untuk bergerak. Otot digerak akan tertusuk duri itu. Gerak kita jadi terbatas. Satu setengah tahun lalu, waktu tulang bahu saya dipasang pen karena patah, saya harus berhati-hati di tengah-tengah desakan orang-orang di KA ekonomi jurusan Bogor-Jakarta. Saya tutupi bahu saya dengan tangan kiri supaya tidak tertekan orang lain. Gerak saya jadi terbatas.
Tujuan Allah mengizinkan duri dalam daging itu ditanggung Rasul Paulus supaya ia tetap rendah hati dan tidak menjadi sombong meskipun telah mengalami penglihatan yang luar biasa. Hal tersebut menjadi kasih karunia dari Allah karena meskipun melalui kelemahan, Allah tetap bisa bekerja dalam diri kita. Allah memakai kelemahan kita untuk menyatakan kasih karunia-Nya. Bila sakit penyakit yang mungkin mendera kita, saat itu kita diajak untuk bisa tetap bersukacita di tengah penderitaan dan hidup dalam pengharapan. Dan bukannya malah putus asa. Jika demikian, orang yang menyaksikan hidup kita saat itu akan melihat bagaimana Allah memampukan kita menanggung sakit penyakit itu sekalipun kita mungkin tidak disembuhkan. Itu akan mendorong orang memuji kebesaran Allah. Bagaimana bisa?
            Saya kagum pada almarhum Pdt. Eka Darmaputera – Pendeta GKI Bekasi Timur. Di saat dia menderita penyakit hati yang kronis dia masih aktif melayani dan menulis. Tulisan-tulisannya tentang hidup dalam penderitaan ditulisnya di saat dia sudah 20 tahun menderita penyakit hati. Dia menulis buku itu bukan secara teori semata tapi mengalami sendiri bagaimana bergumul menghadapi sakit penyakit. Tulisannya menginspirasi saya untuk tetap berjuang meskipun pada saat itu saya mengalami banyak sekali kegagalan. Berdamai dengan kegagalan tidaklah mudah. Bagi kita lebih mudah untuk menerima diri sendiri apabila kita sedang berhasil atau berprestasi. Tapi apakah kita akan siap kalau kita gagal? Apakah kita tetap tegar menjalani kehidupan ini? Itu masalahnya.
            Merasa cukup itu penting. Itu adalah nilai yang kita pahami dari pergumulan Rasul Paulus menghadapi duri dalam daging yaitu kelemahannya. Tuhan katakan : ”Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (1 Kor 12:9a). Hal itu dikatakan Tuhan setelah Rasul Paulus berseru sebanyak 3 kali. Doanya tak terjawab / dikabulkan. Tapi dia malah bersukacita karena dia mengalami sendiri kuasa Kristus menaunginya. Dia masih bisa melayani Tuhan meskipun dalam kelemahannya itu. Kemegahannya bukan karena kekuatannya sendiri tapi kekuatan yang dikaruniakan Allah padanya. Kasih karunia yang cukup untuk menanggung penderitaan karena seperti Kristus pun telah menderita bagi kita. 
Kristus mau menanggung rasa sakit akibat dosa-dosa kita. …Oleh bilur-bilur-Nya, kamu telah sembuh (1 Pet 2 : 24). Ayat ini kita sering dengar tapi apa maknanya? Dia didera dan dicambuk tapi tidak membalas apa yang menimpaNya. Kita pulih apabila apa yang dilakukan orang lain terhadap kita tidak lagi mengendalikan reaksi kita untuk bertindak. Kita bebas merdeka menentukan sikap. Kita bisa menentukan untuk hidup bagi kebenaran tidak lagi tergantung pada apa yang dilakukan orang terhadap kita. Kasihlah yang akan terwujud dalam tindakan kita. Kasih karunia Allah menjadi sempurna nyata pada kita yang tak lagi menyerah kalah pada hal-hal yang dulu pernah membuat kita menyerah kalah. Mungkin sekarang kita bertemu dengan seseorang atau berada dalam keadaan yang mengingatkan kita akan luka atau trauma masa lalu. Tapi kalau kita telah dimerdekakan oleh Kristus itu berarti semua itu tak lagi menghantui kita. Bila kita didera penderitaan atau ditekan oleh rasa sakit biasanya kita akan membalas itu dengan melakukan perlakuan serupa itu pada orang lain. Contohnya, bila kita dilecehkan kecenderungan kita melakukan pelecehan juga terhadap orang lain yang kita anggap lebih rendah atau lemah dari kita. Balas dendam. 
Namun, kecukupan dalam kasih karunia Kristus memampukan kita menghadapi penderitaan atau kelemahan. Bukan menghindar atau menyangkali penderitaan tapi mengakui sebagai bagian yang pasti kita terima sebagai orang Kristen, pengikut Kristus. Penyangkalan atas penderitaan yang kita alami membawa kita pada kecenderungan hanya ingin menikmati kesenangan duniawi semata dan enggan untuk menderita. Contohnya orang yang kecanduan. Mereka yang kecanduan narkoba memakai obat-obatan itu untuk menekan rasa sakit atas permasalahan yang sedang mereka hadapi. Dengan minum / memakai, mereka pikir bisa sesaat lamanya tidak memikirkan masalah mereka. Tapi kenyataannya masalah tetap ada dan tidak terselesaikan. Masalah harus dihadapi dan dicari jalan keluarnya. Seperti Kristus tetap tegar meski salib dan penderitaan harus ditanggungNya.
Apa yang ditekankan oleh Rasul Paulus dalam perikop itu adalah bagaimana ia bermegah di dalam kelemahannya bukan pada penglihatan yang luar biasa itu. Coba Bapak, Ibu dan Saudara perhatikan kalau orang memberikan kesaksian pada kebaktian-kebaktian besar cenderung mengungkapkan pengalaman rohani entah itu pernah diajak Yesus ke sorga atau telah sembuh dari sakit penyakit yang kronis. Berulangkali hal-hal itu melulu yang ditekankan kemana pun mereka memberi kesaksian. Kalau itu yang terus-menerus mereka gembar-gemborkan maka Kristus yang disalibkan seakan kabur dari berita kesaksiannya. Diri sendiri yang malahan akan menonjol yang hebat telah mengalami hal-hal lebih daripada orang lain.
Mari belajar dari Rasul Paulus yang telah belajar untuk rendah hati. Kemegahannya bukan pada apa yang luar biasa yang ia alami tapi malahan di saat dia sangat lemah. Tidak mampu. Mengakui ketidakmampuan itulah kunci untuk merasakan kasih karunia Allah. Kita orang berdosa butuh penebusan dosa. Dan Allah dalam kasih karunia-Nya menebus kita dari dosa kita oleh kematian Anak-Nya ganti kita.  Tanpa pengakuan kalau kita orang berdosa tentu saja kita takkan merasakan kasih karunia itu. 
Apabila kita berada dalam kelemahan seringkali kita menggerutu. Kita tidak mau dicap lemah. Kita gampang memberontak. Ingin segera lepas dari kelemahan itu. Tapi mari kita belajar berdamai dengan kelemahan kita. Belajar menerima. Mengakui kita takkan berdaya tanpa Tuhan. Dari situ kita akan makin dekat dengan Tuhan. Makin berharap. Tidak lagi mengeluh ataupun membandingkan dengan yang lain yang tidak mengalami kelemahan kita itu. 
Kita cenderung mudah untuk membandingkan dengan orang lain yang kelihatan baik-baik saja. Bahkan terkadang kita marah pada Tuhan apabila orang yang nyata-nyata melakukan kejahatan seakan-akan baik-baik saja tapi kok malah kita yang berusaha untuk dekat dengan Tuhan didera kelemahan sakit penyakit atau kegagalan. Rasanya kita ingin berhenti bertekun bila hal itu terus kita alami. Mengapa bukan mereka?
Tapi lihat bagaimana Yesus yang bergumul di taman Getsemani di dalam doanya. Dia tahu sebentar lagi akan mengalami penderitaan yang sangat berat dan harus mati disalibkan. Bahkan Dia meminta pada BapaNya kalau mungkin cawan penderitaan itu lalu daripadaNya. Tapi di akhir pergumulanNya Dia mau berdamai dengan penderitaan yang akan Dia alami. “…Janganlah seperti yang Kukehendaki,  melainkan seperti yang Engkau kehendaki.”

Sebagai penutup renungan ini saya akan bacakan satu puisi yang bisa menginspirasi kita dalam menghadapi kelemahan :
Memperoleh Keuntungan melalui Kerugian 
Aku mohon Allah memberiku kekuatan agar dapat berprestasi,               
aku dijadikan lemah supaya belajar taat dengan rendah hati                    
Aku mohon kesehatan agar dapat melakukan hal-hal yang lebih besar,   
aku diberi penyakit supaya melakukan hal-hal yang lebih baik                 
Aku mohon kekayaan agar aku bahagia,                                                           
aku diberi kemiskinan supaya menjadi bijaksana                                        
Aku mohon kuasa agar dipuji oleh manusia,                                               
aku diberi kelemahan supaya menyadari bahwa aku perlu Allah               
Aku mohon segala hal agar dapat menikmati hidup,                                  
aku diberi hidup supaya dapat menikmati segala hal                                 
Aku tak menerima apa yang kuminta                                                           
tetapi mendapat segala sesuatu yang kuharapkan                                                  
Sekalipun keadaan diriku dan doa-doaku                                                                
yang diucapkan itu tak dikabulkan,                                                                  
Tapi akulah yang paling diberkati diantara segala manusia

Nyanyian : NKB 163 : 1 - 3                                           

                    NKB 170 : 1 & 3

 Tak Mudah Jalanku (NKB 163)

Tak mudah jalanku yang menuju ke sorga
sebab banyaklah duri, jerat;
Tak mudah jalanku tapi Yesus yang pimpin,
sehingga akupun tak sesat.

Reff:    Sungguh tak mudah jalanku,
sungguh tak mudah jalanku.
Tetapi Yesus, Tuhan dekatku berjalan,
meringankan beban dunia.
Tak mudah jalanku, banyaklah pencobaan,
bahaya di segala tempat.
Tetapi Tuhanlah yang melindungi daku,
tak lagi ‘ku merasa berat.

Meskipun ‘ku penat dan kakiku terluka,
tetap harapanku padaNya.
Suatu hari k’lak ‘ku mengaso di sana,
di rumah Bapa yang mulia.

JALAN HIDUP TAK SELALU ( NKB 170)


1.      Jalan hidup tak selalu tanpa kabut yang pekat,
namun kasih Tuhan nyata pada waktu yang tepat.
Mungkin langit tak terlihat oleh awan yang tebal,
di atasnyalah membusur p’langi kasih yang kekal.

Reff.
Habis hujan tampak p’langi
bagai janji yang teguh,
di balik duka menanti
p’langi kasih Tuhanmu.

2.      Jika badai menyerangmu, awan turun menggelap,
carilah di atas awan p’langi kasih yang tetap.
Lihatlah warna-warninya, lambang cinta yang besar,
Tuhan sudah b’ri janjiNya, jangan lagi kau gentar.

3.      Jauhkan takut, putus asa, walau jalanmu gelap,
perteguh kepercayaan dan langkahmu pertegap.
“Tuhan itu ada kasih”, itulah penghiburmu,
di atas duka bercahaya p’langi kasih Tuhanmu.



1 komentar:

  1. Disampaikan pada Kebaktian Doa Pagi di GKI Tegal - Selasa, 24 Mei 2011

    BalasHapus

Ads Inside Post