Welcome to Widodo's Blog

Membaca untuk mengambil hikmat
Merenung agar bisa lebih bijak
Memahami supaya tak salah menerima

Laman Utama

Jumat, 30 Maret 2012

Solidaritas



Bahan Renungan : Lukas 1:39-56

Masih ingatkah kita akan kasus Prita yang memiliki masalah dengan sebuah Rumah Sakit Internasional dan mendorong masyarakat mengumpulkan “Koin untuk Prita”? Ada solidaritas yang muncul dalam masyarakat untuk mendukung Prita dalam memperjuangkan permasalahan yang dia hadapi setelah ia mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit tersebut melalui surat elektronik / e-mail. Ada yang beranggapan bahwa solidaritas itu muncul -terlebih pada golongan kelas menengah- karena mereka berpikir andaikata mereka berada pada posisi Prita. Yang artinya adalah jangan sampai perlakuan yang Prita terima dialami oleh mereka.

Tapi ada pertanyaan yang menggelitik pada Tulisan Opini di Kompas beberapa waktu lalu, “Dukungan pada Prita begitu deras tapi kenapa saat orang-orang Papua yang saat ini bergejolak seakan disini –di Pulau Jawa-tidak ada yang menyuarakan kepentingan orang-orang Papua tersebut?” Apakah memang solidaritas itu muncul apabila ada rasa kepentingan kita yang ikut tersinggung oleh suatu peristiwa. Jadi apabila peristiwa tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan kita maka solidaritas pun takkan muncul dalam diri kita.

Satu lagi peristiwa yang mengenyakkan kita dalam minggu-minggu terakhir ini. Ada seorang mahasiswa Universitas Bung Karno – Jakarta bernama Sondang yang nekat membakar dirinya di depan Istana Negara yang diduga motifnya adalah bentuk frustasi masyarakat Indonesia yang tidak melihat perubahan berarti atas kasus-kasus yang tidak terselesaikan seperti pelanggaran HAM, kasus korupsi dll. Solidaritas mendorong orang melakukan aksi untuk orang lain yang berkepentingan sama. Meskipun motif dibalik solidaritas itu bisa bermacam-macam seperti yang ekstrim pada mahasiswa itu.

Dalam bacaan kita pagi ini, kita pun melihat bentuk solidaritas yang dilakukan oleh Maria terhadap Elisabet. Maria mengetahui kabar tentang Elisabet yang mengandung anak laki-laki pada hari tuanya dari malaikat Gabriel. Saat itu belum ada telpon atau email untuk bisa mengetahui keadaan orang di tempat lain. Dan untuk memastikan kebenaran berita itu, maka Maria beberapa waktu kemudian berangkat dan berjalan menuju pegunungan Yehuda dari Nasaret. Dalam cerita ini memang tidak disebutkan ada Yusuf yang mendampingi Maria. Mungkin bersama Yusuf mungkin juga tidak. Karena memang penulis Injil Lukas ingin menekankan dua sosok wanita yaitu Maria, bunda Tuhan Yesus dan Elisabet, bunda Yohanes Pembatis, perintis jalan bagi Yesus.

Perjalanan yang cukup jauh kurang lebih 100 km ditempuh oleh Maria ke tempat sanaknya itu. Satu bentuk solidaritas yang beresiko karena Maria pun dalam kondisi hamil muda saat itu. Namun, tetap saja ia melakukannya karena ada satu bentuk ikatan perasaan sebagai wanita yang sama-sama dikaruniai oleh Allah sebuah tugas ilahi bagi umat-Nya yaitu mengandung anak laki-laki yang nantinya akan berperan dalam keselamatan bagi umat manusia. Tugas ilahi sebagai ibu yang dikondisikan sulit waktu itu. Maria mengandung oleh Roh Kudus sebelum hidup sebagai suami isteri dengan Yusuf yang berarti dia masih perawan. Sedangkan Elisabet mengandung pada masa tuanya sehingga ia berkata:”…Inilah suatu perbuatan Tuhan bagiku; dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang.”

Tadi saya katakan tugas beresiko karena mereka berdua berpotensi untuk dicemooh oleh masyarakat sekelilingnya atas apa yang mereka alami. Satu hal yang menyatukan mereka berdua adalah iman bahwa apa yang mereka alami adalah karena Allah bekerja pada diri mereka. Maria mempercayai kabar dari malaikat Gabriel dan memposisikan dirinya sebagai hamba yang harus taat pada tuannya. Dan tuannya adalah Tuhan Allah yang mengaruniakan itu, seperti yang dia katakan:”…jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Demikian juga Elisabet yang menyambut Maria dengan perkataan:”Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.”

Hal yang menarik dari pertemuan kedua wanita itu adalah perjumpaan iman antara keduanya. Iman mereka berpaut menjadi satu ikatan yang saling menguatkan satu dengan yang lain. Maria mau datang –meskipun jauh- untuk ikut merasakan sukacita Elisabet yang mengandung di masa tuanya seakan menegaskan akan perkataan malaikat Gabriel:”…sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.” Kehadiran Maria berdampak pada Elisabet dengan melonjaknya anak yang di kandungannya dan ia pun penuh Roh Kudus sehingga menyampaikan kata-kata penguatan terhadap Maria. Dampaknya adalah Maria menaikkan pujian pada Allah (Magnificant) dalam satu pengharapan akan keselamatan yang dikerjakan Allah melalui mereka yang sederhana. Yach, mereka hanyalah orang-orang sederhana yang dipakai Tuhan untuk melakukan kehendak-Nya.

Kalau tadi saya menyebutkan seorang mahasiswa yang membakar diri sebagai bentuk frustasi bangsanya atas keadaan yang ada, Maria mengungkapkan pengharapan akan keselamatan dari Allah yang ditunjukkan pula pada keadilan sosial yang akan ditegakkan di tengah-tengah masyarakat
*      Orang sombong diturunkan dari kekuasaannya
*      Masyarakat dipenuhi kebutuhannya

Apabila kita berkumpul dengan orang-orang yang suka bergosip dan mencari-cari kesalahan orang lain maka pikiran kita tentunya akan dipenuhi perasaan curiga / negatif terhadap yang lain. Namun demikian, apabila teman-teman kita adalah orang-orang yang rindu untuk membangun dan menguatkan yang lain maka kita akan mudah menjadi pribadi yang mampu menghargai orang lain. Dalam Mazmur 1 dinyatakan bagaimana bedanya antara orang benar dengan orang fasik. Orang fasik takkan tahan dalam kumpulan orang benar seperti gelap takkan bertahan bila terang itu bersinar. Bahkan ada istilah siapakah kita bisa dilihat dari siapakah teman-teman kita. Kalau teman-teman kita itu orang yang suka menjilat maka kecenderungan kita hanya pada pemuasan kepentingan diri sendiri bukan pada penerapan kebenaran.

Kehadiran kita sangat bagi orang lain. Kehadiran menunjukkan solidaritas. Seperti orang yang rela mudik dari kota besar ke kampung halaman dengan resiko yang mungkin dihadapi dalam perjalanan. Tapi kehadiran ternyata bukan saja menguatkan bagi yang dikunjungi tapi juga yang mengunjungi. Kita menjadi tidak sendirian. Ada teman disana. Ada kerabat di sana. Kerabat yang mendukung dan mendoakan kita di perantauan.

Mendoakan saat mengunjungi. Saya jadi teringat tak sanggup menahan air mata saat saya mendoakan seorang cucu dari jemaat karena ia terbaring sakit di rumah. Dia masih muda dan sangat aktif dalam kegiatan sekolah maupun di gereja. Awalnya saya tak begitu dekat dengan ibu itu, tapi semenjak itu ada kedekatan . Setiap kali kami bertemu, dia selalu yang pertama mengulurkan tangan menjabat tangan saya. Tentu saja saya tidak akan berlalu begitu saja tapi berusaha bertanya tentang kabarnya.

Gereja kita bukanlah sekedar kumpulan orang-orang yang suka aksi sosial tapi persekutuan iman dalam Yesus Kristus. Apa yang kita lakukan terhadap orang lain adalah ungkapan iman kita kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan kita. Mari kita tunjukkan solidaritas dengan kehadiran kita. Tuhan memberkati. Amin


Tegal, Disampaikan pada Kebaktian Doa Pagi - 16 Desember 2011
Septa Widodo Munadi
Lagu pujian :  
NKB 21:1,2
NKB 143:1,2-3

‘Ku diberikan kidung baru
nkb 21

1.                   ‘Ku diberikan kidung baru
oleh Yesus Tuhanku:
irama lagu paling mulia,
kidung kasih yang merdu.

Ref.
Hatiku bersukacitalah,
Bersukacitalah, bersukacitalah
Hatiku bersukacitalah,
di dalam Yesus Tuhanku.

2.                 ‘Ku mengasihi Tuhan Yesus
yang tersalib bagiku;
segala dosaku dihapusNya,
hingga baru kidungku.

3.                 Kumuliakan kasih Yesus
dalam lagu yang merdu;
kelak malaikat dalam sorga
mengiringi kidungku.




JANJI YANG MANIS
NKB 143

Janji yang manis: “Kau tak Kulupakan”,
tak terombang ambing lagi jiwaku;
Walau lembah hidupku penuh awan,
nantikan cerahlah langit diatasku.

Ref.
“Kau tidakkan Aku lupakan, Aku memimpinmu,
Aku membimbingmu;Kau tidakkan Aku lupakan,
Aku penolongmu, yakinlah teguh”.

Yakin “kan janji: “Kau tak Kulupakan”,
dengan sukacita aku jalan t’rus;
Dunia  dan kawan tiada kuharapkan,
satu yang setia: Yesus, Penebus.

Dan bila pintu sorga dibukakan,
selesailah sudah susah dan lelah;
Kan kudengarlah suara mengatakan:
“Hamba yang setiawan, mari masuklah”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads Inside Post