Welcome to Widodo's Blog

Membaca untuk mengambil hikmat
Merenung agar bisa lebih bijak
Memahami supaya tak salah menerima

Laman Utama

Senin, 30 Desember 2013

Bercermin adalah Upaya untuk Koreksi Diri





Bahan Renungan: Matius 6:22-23 ; 7:1-5
Lagu:  NKB 126:1,2
       NKB 122:1,2 & 3


PENAYANGAN VIDEO


Watch How Boy Takes Harassment Revenge with a Girl in a Public Bus

Kesan apa yang Bapak/Ibu lihat dari tayang video tadi?
Coba perhatikan dalam video tersebut: ada seorang pemuda India yang sedang dalam sebuah bus tiba-tiba menerima tamparan dari seorang gadis di sebelahnya karena merasa dilecehkan. Bahkan orang-orang yang duduk mendukung tindakan gadis itu dan mempersalahkan pemuda itu.
Sesaat kemudian, keadaan berbalik ketika pemuda bergeser tempat berdirinya (dimana ia hendak turun) berada di depan gadis itu. Gantian pemuda itu yang menampar gadis itu karena menyentuh pemuda itu. Sebetulnya apa yang terjadi?
Apa benar itu semata-mata karena kesalahan pemuda itu sehingga menyentuh gadis itu?
Tapi kalau kita perhatikan, pemuda itu menyentuh gadis itu gara-gara bus itu mendadak mengerem sehingga pemuda itu terdorong ke depan menyentuh gadis itu. Saya pikir, pemuda itu tak bermaksud melecehkan gadis itu. Tapi ternyata hal itu tak dipedulikan gadis itu dan begitu cepat langsung menamparnya. Ketika keadaan berbalik, tak ada gunanya gadis itu minta maaf.

Dari tayangan itu kita dapat belajar bahwa seringkali kita cepat-cepat menghakimi orang lain yang melakukan kesalahan tanpa mempedulikan kesalahan itu karena apa? Apa murni kesengajaan orang atau karena memang keadaan yang mengakibatkan kesalahan itu…
Disini kita diminta untuk bijaksana menilai sesuatu, tidak terburu-buru atau terbawa emosi semata. Kita harus melihat sebuah permasalahan dengan jernih, jujur dan tidak memihak. Bukan didasari oleh keinginan untuk merasa diri lebih baik / lebih benar daripada orang lain.

Menilai suatu kesalahan atau kita sebut mengoreksi harus dipahami sebagai upaya untuk membetulkan kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi. Tujuannya jelas yaitu memperbaiki kesalahan bukan untuk mencari-cari kesalahan. Koreksi yang baik bukan saja melibatkan orang dalam (orang yang terlibat) tapi juga orang luar. Melalui koreksi ini, kita bisa melakukan evaluasi dan instropeksi.

Dengan evaluasi dan instropeksi, kita diharapkan dapat menentukan langkah selanjutnya yang terbaik yang dapat kita lakukan. Oleh karena itu, bagaimana kita sebaiknya memahami koreksi dari saudara-saudara yang lain? Koreksi harus kita pahami sebagai bentuk kepedulian orang lain pada diri kita meskipun kita sadar kadang cara pandang orang tentang sesuatu hal terbatas bahkan sempit sehingga salah mengartikan sesuatu dengan benar seperti video tadi. Tapi tokh, kita semestinya mau membuka diri untuk mau dikritik, diberi masukan dan saran agar apa yang telah kita lakukan sebelumnya menjadi lebih baik lagi.

Sekali lagi, tanpa koreksi, kita tidak akan tahu apakah kita telah melakukan kesalahan atau tidak. Justru dengan koreksi kita terhindar dari kesalahan yang lebih fatal. Oleh karena itu, kita tidak boleh cepat-cepat tersinggung apabila ada orang yang mau mengkritik atau memberi masukan pada kita. Malahan jadi PERINGATAN BAGI KITA apabila kita tidak pernah dikritik oleh orang lain. Itu berarti kita tak dipedulikan lagi, entah melakukan ini dan itu atau orang mulai bosan pada kita yang tidak mau dikritik. Ini berbahaya bagi kita.

Namun bila kita berada pada pihak orang yang harus memberikan kritik, itu haruslah didasari oleh ketulusan dan kemauan untuk mengoreksi diri kita sendiri terlebih dahulu sebelum mengkritik orang lain. Jangan sampai kita jadi batu sandungan dimana orang enggan mendengarkan kita karena kritikan kita tidak sebanding tindakan yang kita lakukan artinya kita juga melakukan kesalahan yang sama yang tidak bisa kita atasi tapi dengan mudahnya mengkritik orang lain.

Tadi saya katakan koreksi membuahkan evaluasi dan intropeksi. Biasanya akhir tahun adalah saat yang tepat untuk evaluasi dan intropeksi diri. Semua itu bisa kita lakukan dengan secara katif menanyakan pendapat orang lain terhadap diri kita atas apa yang telah kita lakukan sepanjang tahun ini atau kita merefleksikan semua yang pernah terjadi selama setahun ini dan belajar jujur apa yang kurang, yang belum atau tidak kita lakukan. Istilah mudahnya kita bercermin diri.

Tentang cermin, kita pernah dengar cerita dongeng tentang cermin ajaib.
Seorang ratu yang cantik selalu bertanya pada cermin ajaib,”Wahai cermin ajaib, siapakah di seluruh negeri ini yang paling cantik?”
Jawab cermin ajaib itu kepadanya,”Tidak ada yang lebih cantik daripada sang ratu sendiri.” Mendengar itu, tentulah sang Ratu sangat bangga.
Sampai suatu kali dia bertanya kembali dengan pertanyaan yang sama, namun jawaban cermin ajaib,”Tidak ada yang lebih cantik daripada Putri Salju.” Sang Ratu bukan saja terkejut tapi berubah jadi marah tidak disangkanya ada orang yang lebih cantik daripada dirinya.
Tapi pertanyaannya kenapa harus marah? Apa hak dia untuk marah?
Sang ratu tidak mau ada yang lebih cantik daripada dirinya. Dan kita tahu kisah selanjutnya bahwa Sang Ratu mengupayakan agar menyingkirkan Putri Salju dari negeri itu.


Semula diawali dengan bercermin. Yach, dengan bercermin kita melihat keadaan kita yang sebenarnya. Yang suka berlama-lama bercermin adalah para wanita. Ini yang seringkali membuat bapak-bapak rada jengkel kok merias diri di depan cermin bisa begitu lama. Jadi tidak sabaran. Bercermin berarti melihat bayangan kita. Apa yang ditampilkan di cermin adalah pantulan dari apa yang ada dalam diri kita. Kalau kulit kita hitam akan terlihat hitam. Kalau ada jerawat, akan nampak jerawat pula. Semua lekuk tubuh dan paras muka kita akan terlihat seperti adanya kita. Cermin itu jujur. Menyatakan apa adanya.

Kita ingin menonjolkan hal-hal yang baik menurut kita dan menutupi kekurangan kita. Demikian juga setelah bercermin, orang tak akan begitu saja berlalu. Ada saja yang dilakukan. Kalau rambutnya acak-acakan maka akan disisir. Kalau ada jerawat dan ingin tetap tampil cantik maka akan ditutupi dengan polesan kosmetik yang lebih tebal. Biar kelihatan lebih menawan dikasih pewarna pipinya, bibirnya dikasih lipstik dan seterusnya.

Ada satu tindakan nyata setelah bercermin. Tidak tinggal diam saja. Demikian juga setelah mengoreksi diri maka akan ada perubahan yang seharusnya kita lakukan selanjutnya.
Saya pernah menyampaikan renungan tentang perubahan hidup Rasul Petrus dimana ia mau menerima koreksi dari Tuhan dan dengan rendah hati belajar untuk menerima keadaan dirinya yang pernah gagal itu sehingga dia mau menerima kembali kepercayaan dari Tuhan bahkan untuk menggembalakan jemaat-Nya.

Rasul Petrus adalah seorang Sanguin, seorang yang temperamennya meluap-luap dan sulit dikendalikan. Spontan. Lebih menonjol daripada rasul-rasul yang lain. Namun demikian ketika dia menemukan dirinya yang diperhadapkan Tuhan Yesus akan ingatan akan kesalahan masa lalunya, ia tak berhenti meratapi kesalahannya itu tapi melangkah maju menerima kepercayaan kembali dari Tuhan untuk sebuah tanggung jawab yang besar.

Bahkan di Surat Galatia, kita tahu Rasul Petrus pernah melakukan kesalahan dosa kemunafikan dimana ia mengundurkan diri dari persekutuan jemaat yang tidak bersunat setelah datang orang-orang yang bersunat. Kesalahannya itu ditegur keras oleh Rasul Paulus di depan jemaat disitu. Sebagai pemimpin jemaat, tentu tidaklah mudah ditegur di depan jemaatnya. Tapi saya kira Rasul Petrus bukanlah seorang pendendam yang mudah sakit hati ketika ada orang yang menegurnya. Ini terbukti di suratnya yang terakhir sebelum kematiannya, ia memuji Rasul Paulus yang telah bekerja keras bagi jemaat Kristen dan tulisan-tulisannya yang membangun jemaat.

Jadi melalui Rasul Petrus kita belajar menjadi pribadi yang besar yang mau dikoreksi dan belajar dari masa lalu bukan untuk diratapi tapi koreksi itu dipakai sebagai acuan agar tidak gagal lagi pada kesalahan yang sama. Dengan satu harapan bahwa selalu ada kemungkinan yang lebih baik di masa depan.
Masa depan ada dalam pandangan bahwa hidup ini bukan hanya berhenti pada kematian saja tapi terus berlanjut pada kehidupan kekal yang disediakan Allah bagi kita yang percaya pada Kristus. Dan apa yang telah kita lakukan di dunia ini nantinya harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan yang menghakimi dengan adil dan benar.

Seorang yang mau dikoreksi adalah pribadi yang memandang hidup ini ada tujuannya dan tujuannya itu pasti dimana kehendak Allah boleh terjadi dalam hidupnya. Hidup ini bukan sesuatu yang kosong tanpa arah dimana berhenti pada kematian saja setelah itu ketiadaan. Bukan. Karena bila itu yang menjadi acuan maka orang akan dengan seenaknya menjalani hidup ini tanpa peduli aturan atau kepada sesamanya. Yang penting dirinya senang. Orang yang demikian tentulah tidak mau dikoreksi, baginya, dirinyalah yang paling benar.
Oleh karena itu, setelah kita melakukan koreksi diri haruslah dilanjutkan dengan tindakan nyata sebuah perubahan menjadi lebih baik.
Mari kita belajar bercermin diri dan berubah.
Selamat menyambut tahun baru 2014!
Tuhan memberkati. Amin.

Septa Widodo Munadi,
Kebaktian Doa Pagi GKI Tegal - 31 Desember 2013
Pk. 06.00 s.d. 06.45


NKB 126:

Tuhan memanggilmu

1.                Tuhan memanggilmu, hai dengarlah:
“Apapun yang terbaik ya b’rikanlah!”
Dan jangan kau kejar hormat semu,
muliakan saja Yesus Tuhanmu.

Ref.
Tiap karya diberkatiNya,
namun yang terbaik dimintaNya.
Walaupun tak besar talentamu,
b’ri yang terbaik kepada Tuhanmu.

2.                Sanjungan dunia jauhkanlah
dan jangan kaudengar godaannya.
Layani Tuhanmu dalam jerih
dalam hidupmu yang t’lah Kauberi.



NKB 122
                     KU INGIN BERPERANGAI

‘Ku ingin berperangai laksana Tuhanku,
lemah lembut dan ramah, dan manis budiku.
Tetapi sungguh sayang, ternyata ‘ku cemar.
Ya Tuhan, b’ri ku hati yang suci dan benar.

‘Ku ingin ikut Yesus, mencontoh kasihNya,
menghibur orang susah, menolong yang lemah.
Tetapi sungguh sayang ternyata ‘ku cemar
Ya Tuhan, b’ri ku hati yang suci dan benar.

Ya sungguh, Jurus’lamat, cemarlah hatiku,
dan hanya ‘Kau yang dapat menghapus dosaku,
Supaya k’lak di sorga kupandang wajah-Mu
dan aku jadi sama laksana diriMu.
 



Jumat, 04 Oktober 2013

Mengenal Kristus




Bahan Renungan: Markus 1
            Mengenal seseorang tidaklah sama dengan ketika kita mengenal suatu barang. Suatu barang dikenal dari spesifikasi atau kriteria khusus yang melekat padanya. Itu berarti barang-barang yang sejenis akan punya sifat yang sama. Akan tetap sama pengenalannya barang satu dengan yang lain asal sejenis. Lain halnya dengan mengenal manusia. Meskipun satu keturunan, saudara atau satu keluarga, belum tentu memiliki sifat yang sama. Masing-masing kita dikaruniai oleh Allah keunikan yang tidak dimiliki oleh orang lain, sekalipun itu saudara sekandung. Keunikan itulah yang membedakan kita dengan orang lain. Keunikan itu bisa berupa: sifat, karakter, kepribadian, kebiasaan, cara pandang, keadaan fisik, talenta, bakat, pendidikan, cara bersikap atau tingkah laku, dll. Semua itu yang membentuk kita menjadi satu pribadi yang unik.
            Satu lagi yang menarik, bahwa pengenalan seorang terhadap orang lain bersifat subyektif. Artinya, satu orang yang sama akan dikenal secara berbeda tergantung sudut pandang orang terhadap orang itu. Hal itu juga yang ingin disampaikan Markus dalam kitab Injilnya. Markus seakan secara sengaja menampilkan tokoh-tokoh secara bergantian di awal kitabnya tentang bagaimana cara pandang tokoh-tokoh tersebut dalam pengenalan mereka tentang Kristus.
Tokoh-tokoh itu seperti: Yohanes Pembaptis, Murid-muridNya, Setan, Ibu Mertua Simon, Orang sakit kusta dan orang banyak.

1. Yohanes Pembaptis

            Dia mengenal Kristus karena imannya kepada Allah yang telah mengutusnya. Awalnya dia tidak tahu siapa Kristus Yesus, selain sebagai saudaranya saja, sampai dia membaptisNya di sungai Yordan. Pernyataan Allah terhadap Yesus, AnakNya, inilah yang mempengaruhi pengenalan Yohanes Pembaptis terhadap Yesus. Sebagai perintis jalan bagi datangNya Mesias, Sang Kristus, tentulah ia menyadari keberadaan dirinya sebagai hamba yang tak lebih dari tuannya. Yang terpenting baginya adalah berita keselamatan yang diberitakan dan Yesus sebagai sang juru selamatlah yang ia beritakan. Bukan dirinya. Ia mau tenggelam dalam panggilannya itu asalkan Yesus makin dikenal bukan pamor dirinya. Yesus adalah Anak Allah yang diperkenan oleh Allah untuk menyatakan kehendakNya bagi keselamatan umat manusia.
            Menjadi bukan yang utama atau pertama tidaklah mudah. Kita terbiasa untuk berkompetisi untuk mencapai yang pertama, lebih unggul, dan lebih dikenal. Namun demikian, kerelaan Yohanes Pembaptis ini tentulah didasari oleh kesadaran akan panggilan hidupnya. Bukan dirinya sendiri yang ia saksikan, namun Kristus yang akan datang yang ia beritakan.
            Konsep tentang panggilan hidup kita akan sangat berpengaruh terhadap pengenalan kita akan Kristus. 

bersambung....

Mengenal Kristus




Mengenal Kristus dari Sudut Pandang Yohanes Pembaptis, Murid-muridNya, Setan, Ibu Mertua Simon, Orang sakit kusta dan Orang banyak 

Bahan Renungan: Markus 1

            Mengenal seseorang tidaklah sama dengan ketika kita mengenal suatu barang. Suatu barang dikenal dari spesifikasi atau kriteria khusus yang melekat padanya. Itu berarti barang-barang yang sejenis akan punya sifat yang sama. Akan tetap sama pengenalannya barang satu dengan yang lain asal sejenis. Lain halnya dengan mengenal manusia. Meskipun satu keturunan, saudara atau satu keluarga, belum tentu memiliki sifat yang sama. Masing-masing kita dikaruniai oleh Allah keunikan yang tidak dimiliki oleh orang lain, sekalipun itu saudara sekandung. Keunikan itulah yang membedakan kita dengan orang lain. Keunikan itu bisa berupa: sifat, karakter, kepribadian, kebiasaan, cara pandang, keadaan fisik, talenta, bakat, pendidikan, cara bersikap atau tingkah laku, dll. Semua itu yang membentuk kita menjadi satu pribadi yang unik.
            Satu lagi yang menarik, bahwa pengenalan seorang terhadap orang lain bersifat subyektif. Artinya, satu orang yang sama akan dikenal secara berbeda tergantung sudut pandang orang terhadap orang itu. Hal itu juga yang ingin disampaikan Markus dalam kitab Injilnya. Markus seakan secara sengaja menampilkan tokoh-tokoh secara bergantian di awal kitabnya tentang bagaimana cara pandang tokoh-tokoh tersebut dalam pengenalan mereka tentang Kristus.
Tokoh-tokoh itu seperti: Yohanes Pembaptis, Murid-muridNya, Setan, Ibu Mertua Simon, Orang sakit kusta dan orang banyak.

1. Yohanes Pembaptis

            Dia mengenal Kristus karena imannya kepada Allah yang telah mengutusnya. Awalnya dia tidak tahu siapa Kristus Yesus, selain sebagai saudaranya saja, sampai dia membaptisNya di sungai Yordan. Pernyataan Allah terhadap Yesus, AnakNya, inilah yang mempengaruhi pengenalan Yohanes Pembaptis terhadap Yesus. Sebagai perintis jalan bagi datangNya Mesias, Sang Kristus, tentulah ia menyadari keberadaan dirinya sebagai hamba yang tak lebih dari tuannya. Yang terpenting baginya adalah berita keselamatan yang diberitakan dan Yesus sebagai sang juru selamatlah yang ia beritakan. Bukan dirinya. Ia mau tenggelam dalam panggilannya itu asalkan Yesus makin dikenal bukan pamor dirinya. Yesus adalah Anak Allah yang diperkenan oleh Allah untuk menyatakan kehendakNya bagi keselamatan umat manusia.
            Menjadi bukan yang utama atau pertama tidaklah mudah. Kita terbiasa untuk berkompetisi untuk mencapai yang pertama, lebih unggul, dan lebih dikenal. Namun demikian, kerelaan Yohanes Pembaptis ini tentulah didasari oleh kesadaran akan panggilan hidupnya. Bukan dirinya sendiri yang ia saksikan, namun Kristus yang akan datang yang ia beritakan.
            Konsep tentang panggilan hidup kita akan sangat berpengaruh terhadap pengenalan kita akan Kristus. 
bersambung.....

Sabtu, 01 Juni 2013

Bukan Aku, Tapi Kristus





Bahan Renungan: Galatia 2: 15 - 21

Menjadi orang kedua tidaklah enak. Bukan yang utama / pertama. Bukan orang yang  menonjol atau populer. Kita bisa saja begitu bekerja keras menyelesaikan pekerjaan atau bagian kita tapi mungkin bisa jadi orang lain yang malah mendapatkan penghormatan atas apa yang telah kita upayakan / selesaikan. Menjadi pribadi yang seakan terabaikan / terpinggirkan / dilupakan.

Seorang Yohanes Pembaptis menjadi contoh yang kita kenal sebagai perintis jalan bagi datangnya sang Mesias. Dia berseru-seru pada semua orang untuk bertobat dan memberi diri dibaptis juga mewartakan akan datangnya Mesias yaitu Yesus Kristus, Sang Anak Domba Allah. Ketika pelayanan Yesus Kristus dan murid-muridNya makin besar. Dan banyak murid Yohanes pembaptis yang berubah menjadi pengikut Yesus.
Namun, alih-alih merasa tersaingi malahan Yohanes Pembaptis merasa bangga karena memang demikianlah tujuan pelayanannya yaitu untuk mengarahkan orang pada Kristus, itu adalah sukacitanya.

Berbesar hati ketika orang lain lebih menonjol adalah sikap yang tidak mementingkan diri sendiri. Keegoisan mampu dikalahkan oleh sikap kedewasaan yang mampu melihat kebaikan pada diri orang lain. Ini tidaklah mudah. Kita dari kecil telah terbiasa dengan pengajaran untuk meraih sesuatu, mencapai prestasi setinggi mungkin, mendapatkan lebih banyak dari apa yang ada sekarang.

Sebagai orang tua seringkali juga hal itu yang kita ajarkan pada anak-anak kita. Tuntutan yang begitu besar pada anak untuk bersaing dengan teman-temannya dengan peraihan nilai yang lebih dari yang lain. Jarang ada orang tua yang mengatakan:”Yach sudahlah, Nak, ga papa, kamu ga sepeti dia kok. Kamu special. Terima kamu apa adanya.”

Inipun yang akhirnya bisa saya mengerti kenapa ayah saya begitu kecewa pada saya yang gagal menyelesaikan kuliah. “Masakan kamu ga bisa lulus kuliah padahal sering menjadi Juara Kelas??”
Prestasi, prestasi, dan prestasi. Itu yang seringkali dituntut orang tua pada anak-anak. Tanpa peduli kalau anaknya itu sedang kepayahan atau merasa tidak nyaman dengan apa yang sedang dia kejar. Bisa jadi seorang anak meraih prestasi dengan baik tapi itu mungkin itu adalah wujud dari ketakutannya pada orang tuanya saja.

Dalam pelayanan maupun di sebuah perusahaan seringkali tuntutan terbesar adalah prestasi, sebuah raihan atau pencapaian atas target atau terlaksananya program. Apabila kita terperosok pada tuntutan itu, maka kita hanya akan sekedar pada pelaksanaan program semata. Yang penting jalan. Yang penting ada kegiatan. Tidak ada spirit / semangat yang hidup dalam menjalani pelayanan atau bekerja di sebuah perusahaan. Kita bukanlah terdiri dari angka-angka yang menjelaskan arti diri kita. Tapi kita adalah pribadi yang berharga, yang unik di mata Tuhan.

Tuhan punya rencana yang unik bagi setiap kita. Jikalau Tuhan menempatkan kita dalam sebuah persekutuan jemaat, itu berarti kita diminta menyatakan makna hidup kita dalam persekutuan tersebut.
Pemberian diri dan hidup kita dengan segala apa yang bisa kita berikan untuk pembangunan jemaat menjadi satu hal berarti ketimbang kita dinilai hanya sebagai alat untuk pencapaian program atau sasaran yang telah ditetapkan di dalam jemaat.

Inipun seringkali menjadi pergumulan saya pribadi di GKI Tegal. Apakah ketika saya di sini, saya hanya akan dipandang sekedar sebagai seorang pekerja saja? Apa kontribusi yang bisa saya berikan untuk pembangunan jemaat? Apakah keterlibatan saya yang bisa memberikan andil di jemaat bukan semata-mata hanya sekedar menyelesaikan pekerjaan saya saja, itu cukup?


Ketika saya berada disini untuk memimpin Kebaktian Doa Pagi ini bukanlah karena mengajukan diri. Tapi pada waktu itu, saat kekurangan pemimpin KD pagi, mbak Prima mengajukan saya untuk juga dijadwalkan. Ini menjadi problem tersendiri bagi saya ketika saya harus berbagi iman dengan Bapak/Ibu disini karena umur saya masih jauh lebih muda dibandingkan yang hadir disini. Tidak mudah bagi saya. Lebih mudah kalau menyampaikan pelajaran Agama di SMU di Bogor dimana siswa-siswi jauh lebih muda dari saya. Namun ketika disini, saya menganggap Bapak/Ibu jauh memiliki pengalaman iman lebih daripada saya. Namun bila kesempatan ini diberikan, itu berarti saya pahami sebagai panggilan Tuhan untuk saya bisa memberikan kontribusi pada jemaat di sini.

Itulah kenapa juga saya tidak asal-asalan untuk menyampaikan renungan. Renungan yang saya bawakan haruslah menjadi perenungan atau pergumulan iman yang pernah saya alami bersama Tuhan. Bukan cuma pengetahuan semata yang bisa kita dapatkan dari buku atau internet. Tinggal membacakan.
Pernah suatu kali saya menghadapi masalah serius menjelang akan membawakan renungan. Dan saya konsultasikan ke Bu Pris, apakah saya lebih baik mengundurkan diri terlebih dahulu atau bagaimana? Beliau memberikan saran yang menurut saya bijaksana yaitu tetap lanjutkan saja, karena dengan berbagi pergumulan iman saya dalam menghadapi masalah itu akan menjadi kesaksian yang bisa menguatkan jemaat.

Ya, saya mengamini hal itu. Firman itu haruslah menjadi daging. Artinya apa yang Tuhan ajarkan pada kita haruslah mendarah-daging dalam hidup kita. Kita gumuli, kita renungkan apakah prisnsip-prinsip atau tingkah laku kita sudah sesuai dengan firman Tuhan atau belum? Mengapa belum? Mengapa tidak sesuai? Itulah yang kita cari penyebabnya. Kita bisa belajar dari orang lain. Kita bertanya. Kita mencari jawaban dan jalan keluar.

Karena satu hal yang harus tetap menjadi iman kita bersama bahwa kita harus mau mengubah diri dengan mengijinkan Roh Kudus bekerja mengubahkan kita. Karena bukan lagi diri kita sendiri yang ada tapi Hidup Kristus yang telah dianugerahkan kepada kita ketika kita percaya kepada-Nya. Perubahan itu adalah sebuah proses dan terus berkelanjutan. Kadang kita gagal hidup di dalam Tuhan. Kadang kita jatuh dalam dosa yang menjauhkan kita dari hadirat Tuhan.

Namun anugerah Tuhan jauh lebih besar daripada dosa-dosa kita. Anugerah-Nya penuh kuasa untuk menyelamatkan kita. Hidup Kristus itu akan terus mendorong kita untuk ke arah yang lebih baik dan meninggalkan kegelapan. Oleh karena itu, kita harus memberikan kesaksian yang jujur, yang apa adanya, yang tidak bisa ditutup-tutupi. Karena memang hidup Kristus itu seperti terang yang mengusir kegelapan.

Ini juga yang sering kali menjadi penghiburan bagi saya ketika jatuh. Saat dimana seakan tidak ada pertolongan, tidak ada harapan, tersesat. Dengan berseru kepada Tuhan, Dia tidak tinggal diam. Ada kekuatan yang bukan dari diri saya yang memampukan saya untuk bangkit dari keterpurukan. Seperti suatu energi baru untuk memampukan melangkah bahkan mampu mengatasi rasa bersalah yang melumpuhkan.

Kita mungkin akan lebih mendengarkan orang luar yang tidak kenal-mengenal dengan kita daripada dengan orang yang dekat dengan kita. Karena orang-orang terdekat kita adalah orang-orang yang kita tahu dan kenal tingkah lakunya. Seringkali kita cepat menghakimi apa yang disampaikannya atau mencibir “Akh, aku sudah tahu belangmu / kelemahanmu”. Tapi cobalah orang luar tersebut kita ajak masuk dalam persekutuan kita. Apakah nanti  respon kita akan sama dengan ketika pertama kali ia berbicara kepada kita? Saya tidak yakin akan sama.

Itu juga kenapa kita diminta untuk terus mendoakan pemimpin-pemimpin kita agar tidak menjadi batu sandungan. Agar mereka bisa memimpin dengan keteladanan yang baik yang menguatkan bukan malah melemahkan. Kita telah belajar banyak tentang hal tersebut.

Ini juga yang mungkin menjadi alasan banyak orang enggan untuk menjadi pemimpin. Tidak mau hidupnya disorot. Meminjam istilah Bu Elizabeth “Hidup di dalam rumah kaca”. Dipantau. Menjadi bahan omongan orang banyak.
Menjadi biasa-biasa saja jauh lebih nyaman. Saya perhatikan itu juga menjadi alasan penolakan orang untuk terlibat dalam pelayanan atau diminta untuk menjadi panitia. Akh, saya bukan orang yang baik-baik, masih banyak yang lebih baik daripada saya. Tidak mau ambil resiko.

Padahal entah sebagai jemaat biasa atau pemimpin jemaat, sama saja kita dipanggil untuk tetap menjadi saksi Kristus. Kita diminta menyatakan Kristus dalam hidup kita. Entah dalam masa sulit atau masa enak, entah waktu kita jatuh atau dalam kejayaan. Tuhan tetap dapat bekerja dalam segala perkara dalam hidup kita entah kita sadari atau tidak.

Maukah kita tetap hidup di dalam Tuhan atau menolak berproses bersama Dia?
Maukah kita dibentuk dalam Dia melalui persekutuan, pelayanan dan kesaksian kita dalam jemaat di sini?
Biarlah itu menjadi perenungan kita bersama. Amin.

Tegal, Septa Widodo Munadi
(disampaikan pada Kebaktian Doa Pagi @GKI Tegal - 22 Januari 2013)


Lagu:  NKB 21:1,2
       NKB 104:1,2


Ads Inside Post